Archive for 2022
Potret UMKM Indonesia:
Si Kecil yang Berperan Besar
Artikel · Ekonomi InklusifLama Baca : 5 Menit
Sebagai orang Indonesia tentu pemandangan dan aktivitas kita sehari-hari tak lepas dari berbagai layanan dan barang hasil kreasi pelaku UMKM. Dimulai dengan aktivitas pagi hari ketika sarapan kita mencari bubur atau kue-kue makanan ringan yang dijual UMKM, membeli kebutuhan pokok di warung dekat rumah, sampai menitipkan anak di playgroupterdekat yang juga adalah UMKM. Adapun di era digital saat ini, bahkan ada pula yang tidak memiliki toko serta hanya memasarkan produknya secara online, dan belum memiliki perizinan usaha. Pelaku usaha dengan karakteristik tersebut dapat ditemukan disekitar kita baik itu saudara, tetangga, teman atau kita sendiri. Dari namanya UMKM memang memiliki kepanjangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), namun jangan salah si kecil ini memiliki kontribusi yang sangat besar dan krusial bagi perekonomian kita secara makro.
Kementerian Koperasi dan UKM RI melaporkan bahwa secara jumlah unit, UMKM memiliki pangsa sekitar 99,99% (62.9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia (2017), sementara usaha besar hanya sebanyak 0,01% atau sekitar 5400 unit. Usaha Mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), Usaha Kecil 5,7 juta (4,74%), dan Usaha Menengah 3,73 juta (3,11%); sementara Usaha Besar menyerap sekitar 3,58 juta jiwa. Artinya secara gabungan UMKM menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional, sementara Usaha Besar hanya menyerap sekitar 3% dari total tenaga kerja nasional!
I. Kriteria UMKM
Di Indonesia Undang-Undang yang mengatur tentang UMKM adalah UU No. 20/2008, dalam UU tersebut UMKM dijelaskan sebagai: “perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu.” Berikut kriteria kekayaan dan pendapatan di dalam UU tersebut.
Kriteria UMKM dan Usaha Besar Berdasarkan Aset dan Omzet
Sumber: UU No.20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Usaha kita dapat dikategorikan ke dalam Usaha Mikro apabila memiliki aset maksimal Rp 50 juta dan omzet maksimal Rp 300 juta per tahun atau sekitar Rp1.000.000 per hari (asumsi beroperasional aktif selama 300 hari/tahun); sementara batas atas omzet untuk Usaha Kecil adalah sekitar Rp8,3 juta per hari; dan batas atas omzet Usaha Menengah adalah sekitar Rp167juta per hari. Kini kita dapat menentukan sendiri apakah usaha yang kita jalankan termasuk dalam usaha skala mikro, kecil, atau menengah dengan merujuk pada kriteria UMKM di atas.
II. Bidang Usaha UMKM
Jumlah UMKM sangat banyak. Jika dibandingkan dengan jumlah unit Usaha Besar yang hanya sekitar 5.000 unit, maka jumlah UMKM lebih dari 10.000 kali lebih banyak! UMKM sebanyak itu, bergerak di bidang usaha apa saja, ya? Berdasarkan paparan dari perwakilan BPS di suatu FGD yang pernah kami selenggarakan bersama Kementerian Koperasi dan UKM RI (pada 31 Oktober 2017), disampaikan bahwa secara umum bidang usaha UMKM dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu Pertanian dan Non-Pertanian. Jumlah usaha di kelompok Pertanian dihitung melalui Sensus Pertanian 2013 (bukan survei); sementara yang non-pertanian dihitung melalui Sensus Ekonomi 2016. Kondisi ini membuat perhitungan total jumlah UMKM menjadi agak membingungkan, karena tidak bisa jumlah angka usaha pertanian (2013) ditambahkan dengan jumlah usaha non-pertanian (2016). Terlebih, pada Sensus Ekonomi 2016, BPS mengkategorikan publikasi datanya ke dalam 2 kelompok: Usaha Mikro Kecil (UMK) dan Usaha Menengah Besar (UMB); jadi kita tidak bisa mengetahui rincian per skala mikro, kecil, menengah, dan besar. Untuk melakukan ini mungkin butuh akses ke database mentah hasil Sensus Ekonomi 2016 tersebut.
Alih-alih mempermasalahkan soal data, setidaknya dari hasil Sensus Pertanian BPS 2013, kita bisa mengetahui bahwa jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian adalah 26.135.469 unit; diantaranya ada 0.016%atau sekitar 4200 unit yang sudah berbadan hukum. Sementara berdasarkan hasil Sensus Ekonomi BPS 2016, diketahui bahwa jumlah UMK adalah 26.263.649 unit, sementara jumlah UMB adalah 447.352 unit. Bagaimana mengenai Bidang usahanya? Berikut kami sajikan distribusi Bidang Usaha untuk UMK.
Sumber: Sensus Ekonomi 2016, http://se2016.bps.go.id, diolah penulis
Berdasarkan diagram di atas, berikut ini merupakan 3 bidang usaha UMK non-pertanian yang jumlah pelaku usahanya menempati urutan teratas dalam perekonomian nasional:
1. Perdagangan besar & eceran
Usaha di bidang perdagangan besar dan eceran adalah penjualan barang tanpa adanya proses merubah bentuk produk yang diperdagangkan, kecuali sebagai kegiatan penyortiran atau pengemasan ulang. Contohnya adalah pedagang buah-buahan yang membeli buah dalam skala besar (truk) untuk dijual kembali secara eceran (kiloan); atau distributor kripik yang mengumpulkan kripik yang diproduksi oleh beberapa ibu rumah tangga, untuk kemudian dikemas, diberi label, dan dijual secara eceran pula.
2. Penyediaan akomodasi & penyediaan makan minum
Usaha akomodasi dan penyediaan makan minum mencakup jenis usaha restoran, rumah makan, jasa boga (katering), pusat penjualan makanan (food court), kafe dll. Usaha katering yang melayani penyediaan makanan untuk acara atau kebutuhan logistik (misalnya pengadaan makanan atau snack untuk pesawat terbang, kereta api. kapal, dll) juga termasuk ke dalam kategori ini.
3. Industri pengolahan
Industri pengolahan meliputi berbagai kegiatan produksi yang mengubah bentuk bahan baku/mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang siap digunakan atau dikonsumsi. Misalnya industri kain yang mengubah kapas menjadi kain; atau industri konveksi yang mengubah bentuk kain menjadi berbagai jenis pakaian; atau industri minuman dalam kemasan yang mengubah berbagai jenis buah menjadi minuman jus di dalam botol yang siap dikonsumsi. Adapun di kategori Industri Pengolahan ini (manufaktur), terdapat sekitar 3.4 juta pelaku UMKM (BPS, 2015), yang mayoritas bergerak di 5 bidang Industri, yaitu Makanan dan Minuman (44.9%); Kerajinan Kayu dan anyaman (19.9%); Tekstil dan pakaian jadi (14.4%); Barang galian bukan logam seperti industri tepung, mika, dll (6.9%); dan furnitur (3.5%).
III. Kontribusi terhadap Perekonomian
Secara gabungan, skala kegiatan ekonomi UMKM memberikan kontribusi sekitar 60% terhadap total Pendapatan Domestik Bruto Indonesia. Pada 2017 lalu PDB Indonesia sekitar Rp13600 trilyun. Dengan demikian, artinya total pendapatan UMKM adalah sekitar Rp8160 trilyun! Usaha Mikro menyumbang sekitar Rp5000 trilyun per tahun, Usaha Kecil Rp1300 trilyun, Usaha Menengah sekitar Rp1800 trilyun; dan Usaha Besar sekitar Rp5400 trilyun.
Jika angka di atas dibagi dengan jumlah unit UMKM, maka dapat diperkirakan besaran rata-rata omset atau pendapatan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar, yang hasilnya adalah sebagai berikut.
Sumber: Kemenkop UKM RI 2017, BPS, diolah penulis (note: menurut keterangan tim data Kemenkop UKM RI yang diterima penulis, total pendapatan yang disajikan adalah total PDB nasional 2017 dikurangi dengan kontribusi pemerintah; total PDB Indonesia tahun 2017 adalah sekitar Rp13,600 trilyun).
Tabel di atas menunjukkan bahwa produktifitas per unit usaha memang mengalami peningkatan sejalan dengan kategori skala usahanya. Usaha Mikro hanya memiliki rata-rata pendapatan usaha sekitar Rp76 juta per tahun atau Rp253 ribu per hari; Usaha Kecil Rp1,63 milyar per tahun atau Rp.5,4 juta per hari; dan Usaha menengah Rp29.7 milyar per tahun atau sekitar Rp99 juta per hari. Sementara rata-rata pendapatan Usaha Besar adalah sekitar Rp941 milyar per tahun atau Rp3,15 milyar per hari (asumsi 300 hari per tahun). Hal ini berarti produktifitas Usaha Besar 12.394 kali lipat lebih besar daripada Usaha Mikro, 583 kali lipat daripada Usaha Kecil, dan 32 kali lipat daripada Usaha Menengah.
Jika dibandingkan dengan batas atas kriteria omsetnya, rata-rata omset Usaha Mikro saat ini hanya sekitar 25% dari batas atas omset Rp300 juta; Usaha Kecil 65%, dan Usaha Menengah 59%. Hal ini seakan menyiratkan bahwa produktifitas Usaha Mikro masih jauh lebih rendah daripada Usaha Kecil maupun Menengah yang membuatnya secara umum lebih rapuh dan mungkin saja mudah tergilas oleh tekanan persaingan. Mau tidak mau memang harus ada pendampingan melekat dan terstruktur agar Usaha Mikro dapat meningkatkan efisiensi produksi, produktifitas, dan daya tahannya dalam menghadapi persaingan. Di sisi lain, pelaku Usaha Mikro juga perlu membuka diri terhadap kebaruan teknologi, khususnya dalam memanfaatkan berbagai solusi digital yang dapat memperluas pasar sekaligus menekan berbagai biaya produksi.
Jumlahnya yang sangat-sangat banyak dan besarnya perannya dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi wong cilik yang secara umum tidak berpendidikan tinggi, membuat peran keseluruhan UMKM - khususnya Usaha Mikro - bagi perekonomian amatlah penting! Apakah bisa kita membayangkan betapa chaosnya Indonesia jika puluhan juta pelaku Usaha Mikro tersebut tiba-tiba mogok berhenti berusaha dan mempekerjakan dirinya sendiri, dan menuntut Usaha Besar atau pemerintah memberi mereka pekerjaan?
IV. Sehatkah struktur UMKM Indonesia?
Ini adalah pertanyaan yang sering saya tanyakan ke diri sendiri juga. Apakah struktur UMKM Indonesia yang sangat didominasi oleh Usaha Mikro ini sehat? Sekitar 98.7% UMKM kita adalah Usaha Mikro, dan struktur seperti ini tidak berubah dari 10 tahun lalu, mengindikasikan bahwa Usaha Mikro kita tak kunjung naik kelas menjadi Usaha Kecil atau Menengah.
Akhirnya saya coba mencari tahu struktur UMKM di negara yang sudah lebih maju ekonominya, dan yang saya temukan adalah data struktur UMKM di Uni Eropa.
Sumber: Annual Report of European SMEs 2016/2017
Dari data di atas dapat dilihat bahwa ternyata di negara maju jumlah UMKM juga mendominasi proporsi jumlah unit usaha, yaitu 99.8%. Namun jika dilihat komposisi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengahnya, ada sedikit perbedaan dengan Indonesia; karena di Uni Eropa proporsi Usaha Mikro hanya 93%; sementara di Indonesia 98.7%. Terlepas terdapat perbedaan kriteria UMKM di Uni Eropa dengan di Indonesia, melalui tulisan ini saya berasumsi bahwa struktur UMKM di negara yang sudah lebih maju sejatinya lebih sehat daripada yang kita miliki saat ini. Terlebih karena saya sepakat dengan fenomena missing middle pada struktur UMKM Indonesia, dimana pelaku usaha terlalu didominasi oleh Usaha Mikro, dan terlalu sedikit di usaha kecil maupun menengahnya. Untuk itu saya ingin mengajak untuk berandai-andai. Jika kita ingin agar struktur UMKM Indonesia menjadi seperti di Uni Eropa, berapa jumlah UMKM yang harus dinaikkan kelasnya?
Dengan asumsi total unit usaha sekitar 62.9 juta unit, maka jumlah Usaha Mikro kita agar proporsinya hanya 93% adalah sekitar 58.5 juta unit saja; yang artinya sekitar 4.38 juta Usaha Mikro yang ada di Indonesia saat ini perlu dinaikkan skalanya ke Usaha Kecil. Untuk itu, agar proporsi Usaha Kecil hanya menjadi 5.82% seperti di Uni Eropa, maka jumlah Usaha Kecil yang dibutuhkan adalah sekitar 3.66 juta unit, sehingga kelak jumlah Usaha Kecil yang perlu dinaikkelaskan ke skala Usaha Menengah adalah sekitar 717 ribu unit. Implikasi lanjutannya agar jumlah Usaha Menengah kita sekitar 0.9% dari total unit usaha seperti di Uni Eropa, kita hanya membutuhkan sekitar 592 ribu Usaha Menengah; sehingga sekitar dinaikkelaskan menjadi Usaha Besar yaitu sebanyak 126 ribu unit. Dengan kondisi eksisting saat ini yang diperkirakan jumlah Usaha Besar kita hanya sekitar 5000 unit (0,01% dari total unit usaha), artinya untuk bisa mencapai 0.2% Usaha Besar kita masih perlu 121 ribu UMKM (saat ini) bisa menjadi Usaha Besar! Banyak juga, ya?!
V. Epilog: Renungan Bersama
Demikianlah potret UMKM nasional, si kecil yang berperan besar, dan merupakan penopang kelancaran dan stabilitas perekonomian nasional Indonesia. Adapun intisari yang ingin disampaikan adalah bahwa terlepas dari besarnya peran yang telah diberikan oleh UMKM untuk perekonomian, efektifitas pemberdayaan UMKM selama ini sepertinya perlu dipertanyakan, karena struktur UMKM kita masih melulu didominasi Usaha Mikro. Selain itu, jika digunakan struktur UMKM di Uni Eropa sebagai benchmark, target pemberdayaan UMKM sangatlah besar. Bagaimana tidak, mendampingi 100 Usaha Mikro untuk naik kelas ke Usaha Kecil dalam 1 tahun saja tidak mudah, success rate 10% saja sudah bagus. Apalagi 4.4 juta? Kalau success rate 20% kan artinya perlu 22 juta pelaku Usaha Mikro yang mendapatkan pendampingan?
Kalau biaya pendampingan Usaha Mikro selama 1 tahun diasumsikan sekitar Rp10juta per Usaha Mikro, maka akan dibutuhkan anggaran sekitar Rp220 trilyun! Ini hampir 4x lipat dari total anggaran Dana Desa yang Rp60 trilyun itu lho! Jadi, tentunya jelas hampir tidak mungkin perubahan struktural ini dapat dicapai dalam 1 tahun. Bagaimana kalau 10 tahun? Kalau dipukul rata berarti investasi yang dibutuhkan sekitar Rp22 trilyun per tahun.
Orang bijak berkata, dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Jadi jika ada kemauan, mestinya bisa disusun suatu program pendampingan Usaha Mikro dengan kurikulum yang terstruktur dengan alat monitoring dan evaluasi pendampingan yang juga jelas; dapat pula mungkin dilakukan dengan mengoptimalkan Dana Desa? Tapi siapa yang akan menjadi leading sector-nya? Kementerian Koperasi dan UKM RI, Kemendes, Kemenko Perekonomian? Road map Kebijakan UMKM Nasional saja kita tidak punya. Ibarat orkestra, kita ini seperti musisi yang bukan saja tidak jelas dirijennya siapa, tapi juga tidak punya partiture. Apakah mungkin kita bisa menghasilkan melodi yang harmoni?
Tapi ya sudahlah, saya sudah terlalu banyak berandai-andai. Daripada berandai-andai lebih baik berdoa semoga semakin banyak pihak yang peduli dan memberikan aksi nyata untuk memberdayakan Usaha Mikro, agar lebih banyak yang bisa Naik Kelas. Sejatinya, jika memang pemberdayaan UMKM itu isu penting, maka sejatinya basis data dan dokumen road map itu ada. Tapi sampai sekarang, kita belum punya keduanya. Apakah isu UMKM ini benar-benar penting? Yang jelas, rakyat sudah lelah jargon, karena jargon itu enak di telinga tetapi ga enak di kantong.
Terima kasih kepada seluruh pelaku dan penggiat UMKM, karena semangat kemandirian Anda telah membangun pondasi kuat bagi perekonomian kita semua.
UMKM Indonesia Memiliki Peran Besar Untuk Perekonomian Global
Anda tentu sudah sering mendengar istilah UMKM, sebutan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Istilah ini terdapat dalam Undang-Undang No.20 tahun 2008. Berdasarkan Undang-Undang tersebut pengelompokan ukuran perusahaan didasarkan pada jumlah Aset (harta) dan Omset (penjualan kotor).
Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM –2018
Meski sering dipandang sebelah mata, nyatanya kontribusi UMKM terhadap ekonomi nasional sangat vital. Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UKM, UMKM berkontribusi terhadap 99% penyediaan lapangan kerja dan menyerap 97% tenaga kerja secara nasional. Di samping itu UMKM menyumbang 60,34% PDB (produk domestik bruto) nasional. Sedangkan kontribusi UMKM terhadap total ekspor sebesar 14,17%, kemudian untuk total investasi UMKM sebesar 58,18%.
Saat ini sebagian UMKM masih belum berbadan usaha atau belum mendaftarkan usahanya sebagai badan usaha resmi. Ketiadaan badan usaha ini merupakan salah satu kendala yang dihadapi UMKM di kala akan mengembangkan usahanya. Misalnya terkait perolehan pinjaman lembaga keuangan, mendapatkan bantuan pemerintah, mengikuti tender dan lain sebagainya. Saat ini pemerintah sudah mempermudah proses perizinan usaha melalui OSS (online single submission).
Secara umum di Indonesia terdapat 2 (dua) jenis badan usaha yaitu yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi. Sedangkan yang tidak berbadan hukum misalnya CV, Firma atau persekutuan Perdata. UMKM sebelum memilih jenis badan usaha perlu mempelajari terlebih dahulu kelebihan dan kekurangan masing-masing bentuk usaha. Sebagai contoh, bentuk usaha PT lebih dapat diterima institusi keuangan dan secara risiko hukum juga lebih rendah. Dalam bentuk usaha PT terdapat pemisahan antara kekayaan/aset pribadi pemilik dengan aset/kekayaan PT. Sehingga jika terjadi kebangkrutan/kepailitan bisnis maka kewajiban pemilik hanya sebatas modal yang disetorkan ke PT tidak termasuk aset/harta pribadi. Hal ini tidak berlaku untuk bentuk usaha CV maupun firma, dimana tidak terdapat pemisahan antara aset pribadi dan aset perusahaan dari sisi hukum.
Namun dari sisi perpajakan belum tentu bentuk usaha PT lebih menguntungkan dibanding bentuk usaha CV maupun Firma. Berdasarkan peraturan perpajakan saat ini (UU PPh Nomor 36 tahun 2008) pembagian keuntungan/dividen bentuk usaha PT ke pemilik orang pribadi dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 10%. Jika bentuk usahanya CV maupun Firma maka atas pembagian keuntungan tersebut tidak dikenakan PPh (bukan objek pajak).
Saat ini PPh untuk UMKM adalah sebesar 0,5% dari omset (penjualan kotor). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Lalu siapakah UMKM yang berhak untuk memanfaatkan tarif pajak 0,5% ini?
Berdasarkan PP ini pajak UMKM berlaku sebagai berikut:
- UMKM yang memiliki omset/penjualan kotor tidak melebihi Rp 4,8 milyar dalam satu tahun
- Pemanfaatan tarif 0,5% dibatasi jangka waktu
- Bentuk badan usaha PT 3 tahun;
- Bentuk badan usaha koperasi, CV, persekutuan perdata atau Firma 4 tahun dan;
- Bentuk usaha orang pribadi/perseorangan 7 tahun
Jadi perlukah UMKM berbadan usaha? Jawabannya ada pada Anda sebagai pelaku usaha dengan mempertimbangkan karakteristik, rencana dan orientasi bisnis serta visi usaha Anda ke depan.
Perlukah UMKM Berbadan Usaha? (review / tinjauan dari perspektif pajak)
SMART Goal, Metode yang Tepat untuk Menetapkan Target Bisnis Anda
Pada dasarnya, Smart goal memang suatu metode yang tepat dalam menentukan target bisnis. Tidak adanya tujuan ataupun target yang jelas akan sangat berdampak pada kesuksesan bisnis Anda.
Kenapa? Karena dengan mempunyai target, maka akan sangat membantu Anda dalam kehilangan arah dan juga akan menjaga motivasi Anda agar tetap fokus dan juga terjaga. Tapi, dalam menentukan tujuan tersebut Anda tidak boleh, asal.
Agar Anda bisa lebih mudah dalam mencapai kesuksesan, maka ada baiknya bila Anda menggunakan metode SMART Goal sebagai panduaannya.
Apa Itu Metode SMART Goal?
Metode SMART Goal adalah suatu metode yang digunakan sebagai panduan dalam menetapkan target, tujuan, maupun sasaran. Kata SMART Goal disini merajuk pada akronim Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan juga Timely.
Itu artinya, cara kerja dari metode SMART Goal ini adalah dengan cara menggabungkan seluruh kriteria tersebut agar bisa membantu Anda lebih fokus dalam meningkatkan peluang guna mencapai tujuan Anda.
Istilah metode SMART Goal Goals ini pada awalnya diperkenalkan oleh George T Doran pada tahun 1981, seorang Direktur perencanaan di perusahaan, dalam makalahnya yang berjudul “There is a S.M.A.R.T Way to Write Management’s Goals and Objective“.
Pada waktu itu, Doran memperhatikan bahwa banyak perusahaan kerap kali kesulitan dalam hal menetapkan tujuan yang tepat, sehingga hal tersebut berdampak pada performa daripada perusahaan tersebut. Sehingga, ia menyarankan akan pentingnya menetapkan SMART Goal goals agar bisa berhasil dalam mengelola tenaga kerja.
Lalu, metode ini pun diterapkan oleh banyak sekali organisasi hingga pelatih dan juga para mentor di seluruh dunia, karena metode ini memang sudah terbukti sangat efektif.
Tahapan dan Cara Menggunakan Metode SMART Goal
Seperti yang sebelumnya sudah kita jelaskan sebelumnya bahwa metode SMART goal ini terdiri dari lima akronim yang adalah tahapan guna membantu Anda agar bisa lebih fokus dalam membuka peluang dalam mencapai target Anda.
Kelima tahapan atau langkah tersebut adalah sebagai berikut ini.
1. Specific (Spesifik)
Agar bisa lebih memperluas peluang Anda dalam mencapai tujuan ataupun target, cobalah untuk membuat tujuan yang lebih jelas dan spesifik, sehingga Anda bisa lebih fokus dan lebih merasa termotivasi dalam mencapai nya.
Untuk membuat, rancang lah tujuan Anda dengan menggunakan rumus 5 W, yaitu:
- What: Apa saja yang bisnis Anda ingin capai?
- Why: Kenapa tujuan tersebut penting untuk Anda capai?
- Who: siapa saja yang nantinya akan terlibat dalam mencapai tujuan tersebut?
- Where: dimana tempat dalam mencapai tujuan tersebut?
- When: Kapan Anda ingin mencapai tujuan tersebut?
2. Measurable (Terukur)
Cobalah untuk memiliki tujuan yang terukur yang mana Anda bisa memantau dan juga melacak setiap kemajuan yang Anda raih. Sehingga, Anda bisa lebih fokus lagi dalam memenuhi setiap tenggat waktu dan juga bisa lebih antusias saat semakin dekat dengan tujuan yang ingin Anda capai.
Agar bisa menentukan tujuan yang lebih terukur, cobalah untuk menanyakan pada diri Anda sendiri tentang bagaimana Anda mengetahui target yang sudah Anda capai, apa saja indikator yang mampu menunjukkan perkembangan Anda dalam mencapai tujuan, dll.
3. Achievable (Dapat dicapai)
Walaupun Anda mampu menetapkan target yang tinggi, namun ingatlah bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, Anda tetap harus realistis. Tujuan ataupun target yang realistis adalah saat Anda tahu bagaimana cara tujuan ataupun target Anda bisa diwujudkan dengan mengandalkan kemampuan, sumber daya dan juga peluang yang ada.
Itulah sebabnya saat Anda menentukan tujuan ataupun target, Anda harus memeriksanya lagi tentang bagaimana cara Anda dalam mencapai tujuan dan seberapa realistis kah tujuan tersebut bisa Anda capai dengan kondisi Anda yang saat ini.
4. Relevant (Relevan)
Cobalah untuk memastikan bahwa tujuan yang ingin Anda capai adalah tujuan yang penting dan juga sudah sesuai dengan nilai dan juga rencana jangka panjang bisnis Anda. Sehingga, Anda bisa tetap memegang kendali atas hal tersebut.
Agar bisa memastikan tujuan atau goal Anda tetap sesuai, maka jawablah empat pertanyaan di bawah ini:
- Apakah tujuan tersebut memiliki manfaat yang baik?
- Apakah hal tersebut adalah waktu yang memang tepat?
- Apakah tujuan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan?
- Apakah tujuan tersebut sudah sesuai dengan keadaan lingkungan pada saat ini?
5. Time-bound atau Timely (Tepat waktu)
Agar bisa tetap fokus dalam mencapai tujuan Anda, maka Anda harus menentukan tanggal yang menjadi target ataupun tenggat waktu Anda. Bila tidak dibatasi dengan baik, maka tidak akan ada rasa urgensi dan juga motivasi dalam mencapai tujuan.
Untuk itu, cobalah untuk menentukan kapan Anda ingin mencapai tujuan tersebut. Sebuah teori terkait penetapan tujuan mengemukakan bahwa mereka yang menetapkan tujuan pada diri mereka sendiri memiliki tingkat kemungkinan yang tinggi dalam meraih kesuksesannya dari mereka yang tidak menetapkan tujuan.
Seorang peneliti bernama Edwin Locke membuktikan bahwa teori penetapan tujuan dan juga membaginya pada lima prinsip, yang diantaranya adalah sebagai berikut ini.
1. Clarity (Kejelasan): tujuan yang Anda buat harus mudah untuk dipahami, dan lebih efektif dalam mencapainya.
2 Challenge (Tantangan): sasaran yang baik mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi agar Anda bisa lebih mampu mendorong diri Anda dalam mencapainya.
3 Commitment (Komitmen): tanpa adanya komitmen yang tinggi, Anda akan kesulitan dalam mencapai tujuan apapun, khususnya tujuan yang sifatnya agak menantang.
4 Feedback (Umpan Balik): Anda harus lebih mampu menerima informasi terkait seberapa baik Anda maju menuju tujuan yang sudah Anda buat. Informasi tersebut bisa Anda gunakan sebagai motivator ataupun mengandalkan
bahwa sasaran Anda sudah terlalu mudah ataupun memang terlalu sulit, dan nantinya diperlukan evaluasi untuk menyesuaikannya.
5 Task Complexity (Kompleksitas Tugas): tingginya tingkat kompleksitas suatu tujuan, maka akan semakin banyak pula waktu yang diperlukan dalam mencapainya. Suatu tujuan bisnis yang baik tidak selamanya harus rumit, namun memahami tingkat kerumitan sasaran Anda adalah bagian yang penting dari perencanaan bagaimana Anda dalam mencapainya.
Contoh Penerapan Metode SMART Goal
Agar Anda bisa lebih jelas dalam memahami cara menerapkan metode SMART Goal dalam menentukan target dan goal bisnis Anda, maka cobalah perhatikan contoh di bawah ini.
Katakanlah Anda memiliki tujuan bisnis untuk lebih memanfaatkan teknologi dalam bisnis Anda. Ketahuilah
bahwa tujuan ini terlalu umum. Dengan cara menerapkan metode SMART Goal, maka tujuan tersebut akan menjadi lebih jelas, sehingga Anda bisa tahu cara mencapai tujuan tersebut dengan tepat.
S: Specific
Perlu Anda ketahui bahwa teknologi adalah bidang yang sangat luas, Anda harus bisa mencari tahu apa saja teknologi yang benar-benar ingin Anda terapkan dalam bisnis Anda. Lalu hubungkanlah keterampilan, posisi dan juga prestasi yang akan memberikan gambaran yang lebih jelas.
M: Measurable
Tetapkanlah sasaran yang lebih terukur agar Anda tidak merasa ambigu dalam mencapainya. Sebagai contoh, dengan menargetkan tujuan yang spesifik, Anda bisa tahu bahwa tujuan Anda bisa dicapai jika Anda bisa menetapkan beberapa perangkat teknologi pada bisnis Anda.
A: Achievable
Cobalah untuk mencari tahu apakah tujuan itu bisa dicapai atau tidak gunakan kriteria tertentu.
R: Relevant
Pikirkanlah jalur bisnis yang ingin Anda bangun dan yang kamu inginkan, lalu pastikanlah goal atau tujuan Anda bisa selaras dengan jalur bisnis Anda.
T = time-bond
Time bond sangat penting untuk menjaga agar target yang Anda buat bisa realistis dan sesuai dengan kemampuan Anda
Manfaat Penerapan Metode SMART Goal
Seperti yang sudah kita jelaskan sebelumnya bahwa metode SMART Goal ini banyak digunakan oleh banyak perusahaan karena mampu memberikan kerangka yang kelas untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, manfaat lainnya dari metode SMART Goal ini adalah:
Memberi Fokus dan Arahan
Dengan menetapkan tujuan, maka Anda bisa lebih fokus pada target Anda. Selain itu, SMART goal juga akan menghindari Anda dari adanya gangguan dari banyak hal.·
Menanamkan Disiplin Dalam Berbisnis
Ketika Anda menerapkan metode ini, maka secara tidak langsung juga akan melatih Anda untuk bisa mendisiplinkan diri. Kenapa? Karena tanpa adanya disiplin yang tinggi, tentu Anda akan kesulitan untuk mencapai tujuan.
Mengingatkanmu Akan Prioritas
Dengan membuat SMART goal, maka Anda bisa mengetahui apa prioritas Anda dan cara pasti untuk mencapai goal Anda
Membantu Mengatur Waktu
Ketika Anda menerapkan metode SMART Goal, maka Anda tidak hanya terbantu dalam menetapkan tujuan, tapi juga dalam menerapkan timeline dalam mencapainya. Hal tersebut akan membantu Anda dalam mengelola waktu dan juga beradaptasi di bawah tekanan.
Lebih Mudah Untuk Memvisualisasikan Kesuksesan
Anda bisa lebih mudah lagi dalam memantau kemajuan dan juga mengevaluasi diri. Untuk itu, akan lebih mudah lagi bila Anda mampu memprediksi apa hasilnya dalam kurun waktu yang panjang dan bagaimana hasil akhirnya tersebut.
Penutup
Demikianlah penjelasan dari kami tentang SMART goal dan cara menerapkannya agar target bisnis Anda bisa dicapai dengan sukses. Anda bisa coba menerapkannya di dalam kehidupan dan juga pekerjaan Anda, sehingga tujuan bisnis yang Anda inginkan bisa dicapai dengan lebih mudah.
Selain itu, jangan lupa juga untuk mencatat setiap pengeluaran dan pemasukan Anda di laporan laba rugi dalam laporan keuangan bisnis. Hal tersebut menjadi upaya lain yang harus Anda lakukan guna mencapai tujuan bisnis.
Metode SMART Untuk Menyusun Target / Goals, Cara yang Tepat untuk Menetapkan Pencapaian Sukses Bisnis Anda
Jangan sampai berbagai file pentingmu hilang ya
Kehilangan file yang ada di dalam komputer adalah hal yang mengesalkan. Apalagi jika data tersebut penting dan membutuhkan waktu lama untuk mengumpulkannya. Alhasil, kita harus mengerjakan ulang dari nol.
Tentu kamu tidak mau hal itu terjadi padamu kan? Untuk mencegahnya, kamu perlu melakukan back up secara rutin karena kamu tidak tahu kapan file-mu akan hilang. Bagaimana cara melakukannya? Simak 7 cara back up file berikut ini!
1. Simpan ke external hard drive
Jika kamu memiliki external hard drive atau hard disk, kamu bisa mem-back up file ke dalamnya. Caranya pun cukup mudah dan cepat untuk dilakukan. Bentuknya yang kecil mudah dibawa ke mana pun kamu pergi.
Namun kekurangannya, external hard drive hanya bisa tersambung melalui kabel, sehingga kamu tidak bisa mengaksesnya secara bersamaan dari device yang berbeda. Tidak hanya itu, karena sifatnya portable, external hard drive juga memiliki kemungkinan untuk gagal dan terekspos virus.
2. Simpan ke flash disk
Jika kamu tidak memiliki external hard drive, cara back up offline yang memungkinkan adalah dengan menggunakan flash disk. Alat penyimpanan ini memang memiliki kapasitas yang terbatas, yaitu hingga 64 GB.
Oleh karena itu, kamu harus memilah-milah mana file yang benar-benar kamu butuhkan untuk dimasukkan ke flash disk. Keunggulan lain adalah harganya relatif lebih murah daripada external hard drive. Namun kemungkinan untuk terserang virus sangatlah besar.
3. Burn file ke dalam CD/DVD
Cara ini sudah mulai ditinggalkan tetapi kamu bisa mencobanya. CD dan DVD (R maupun RW) adalah cakram optik yang bisa ditulis kembali sebagai tempat penyimpanan data.
Berbeda dengan hard drive dan flash disk yang memiliki kemungkinan drive failure, CD dan DVD bebas dari risiko tersebut. Namun kamu harus bersabar saat memindahkan file ke dalamnya karena membutuhkan waktu yang lebih lama.
4. Back up dengan NAS drive
NAS (Network Attached Storage) drive adalah server yang berfungsi melayani kebutuhan back up dan share data. NAS dapat diakses melalui jaringan dengan protokol seperti TCP/IP address. Ini adalah salah satu cara yang paling dapat diandalkan karena ia dimasukkan ke dalam komputer dan muncul sebagai tempat penyimpanan lain.
Kamu juga bisa menyetelnya untuk mem-back up file secara otomatis. Walaupun begitu, NAS juga memiliki kekurangan. Salah satunya adalah harganya cukup mahal dan masih ada kemungkinan untuk mengalami drive failure.
5. Back up melalui cloud
Kamu tentu sudah familier dengan empat layanan cloud terbesar di internet, yaitu Google Drive, OneDrive, iCloud, dan Dropbox. Keempatnya bisa kamu gunakan untuk mem-back up data secara gratis. Datamu bisa terproteksi dan dapat diakses melalui device apa pun yang memiliki koneksi internet.
Kamu juga tidak perlu khawatir dengan potensi drive failure karena hal itu tidak akan terjadi. Namun kamu harus memperhatikan batas penyimpanan yang bisa kamu akses.
6. Back up service lain di internet
Kamu juga bisa mencoba layanan back up file lain yang ada di internet. Beberapa situs yang populer adalah Blackblaze, Acronis, Carbonite, OpenDrive, dan SOS. Pada umumnya kamu harus membayar biaya subscription sekitar US$5 (sekitar Rp71 ribu) per bulannya.
Namun kelemahan dari metode ini adalah kita tidak pernah tahu sampai kapan perusahaan tersebut beroperasi. Sewaktu-waktu mereka bisa berhenti karena bangkrut dan alasan-alasan lainnya.
7. Jangan hanya back up di satu tempat
Jangan pernah bergantung hanya pada satu macam metode back up atau bahkan tidak sama sekali. Idealnya kamu harus menggunakan setidaknya dua metode, offline dan online. Kamu bisa mengombinasikan antara external hard drive dan cloud, misalnya. Dengan begitu file pentingmu akan lebih aman.